Uncategorized

Asia Expert Roundtable on Unemployment Protection 2024: Pentingnya Perlindungan Sosial bagi Pekerja

Tema pertemuan “Asia Expert Roundtable on Unemployment Protection 2024” membawa perspektif baru tentang urgensi perlindungan pengangguran, terutama di tengah dinamika ekonomi dan sosial yang diperparah oleh pandemi COVID-19. Diselenggarakan di Plaza BPJS Ketenagakerjaan Jakarta pada 9-10 Oktober 2024, acara ini mengumpulkan para pemangku kepentingan dari 15 negara di Asia, termasuk pemerintah, pekerja, dan pengusaha, untuk mengeksplorasi tantangan dan solusi dalam membangun skema jaminan sosial yang berkelanjutan dan responsif terhadap perubahan zaman. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hadir dalam konferensi ini, diwakili oleh Roni Febrianto.

Diselenggarakan oleh International Labour Organization (ILO) Jakarta dan BPJS Ketenagakerjaan, acara ini memperlihatkan bahwa perlindungan sosial bagi pekerja bukan hanya tanggung jawab lokal tetapi juga menjadi tantangan dan kebutuhan global.

Pandemi COVID-19 membawa krisis kesehatan dan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial di seluruh negara di Asia dan Pasifik, terutama bagi kelompok rentan. Salah satu langkah penting dalam menghadapi krisis ini adalah peran skema perlindungan pengangguran untuk menjamin pendapatan bagi pekerja dan keluarga mereka, serta membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan untuk kembali bekerja. Program perlindungan pengangguran juga penting bagi mereka yang terdampak inovasi teknologi, perubahan lingkungan, dan tantangan iklim, dengan memfasilitasi perubahan struktural serta transisi yang adil bagi perusahaan dan pekerja di semua sektor.

Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di Indonesia bertujuan memberikan pengganti pendapatan sebagian dan sementara bagi pekerja yang mengalami kehilangan pekerjaan. Konvensi Promosi Ketenagakerjaan dan Perlindungan terhadap Pengangguran (1988, No.168) dari ILO mengimbau negara-negara anggota untuk mengintegrasikan JKP dengan upaya promosi ketenagakerjaan. Sistem JKP yang efektif harus menjamin perlindungan pekerja dan terhubung dengan program peningkatan keterampilan serta dukungan kewirausahaan.

JKP di Asia memiliki variasi penerapan; negara-negara di Asia Timur dan Tenggara memiliki mekanisme JKP dengan tingkat kematangan yang berbeda-beda. Beberapa negara, seperti Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan, memiliki sejarah panjang dalam menerapkan JKP, sedangkan negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina baru menerapkan skema ini dalam beberapa tahun terakhir. Singapura dan Brunei bahkan masih belum memiliki skema perlindungan pengangguran, menunjukkan perbedaan signifikan dalam perlindungan sosial pekerja di wilayah ini.

Adapun tujuan dari pertemujan ini adalah, memfasilitasi pertukaran pengetahuan di antara ahli JKP, mengumpulkan wawasan kebijakan, administrasi, dan pelaksanaan JKP, dan mendorong diskusi mengenai efektivitas dan tantangan yang muncul dalam JKP.

Pertemuan yang dibuka oleh ILO Jakarta dan BPJS Ketenagakerjaan ini menekankan pentingnya perlindungan sosial bagi pekerja formal dan informal, khususnya saat menghadapi krisis ekonomi, bencana alam, atau dampak disrupsi teknologi. Pertemuan dua hari ini menghadirkan presentasi dari pejabat pemerintah, penyelenggara jaminan sosial, perwakilan pekerja, pengusaha, dan ILO, yang dilanjutkan dengan diskusi dinamis serta tukar pengalaman antar negara.

Di Indonesia, JKP diatur melalui UU Omnibus Law dan PP No. 37 Tahun 2021, yang didanai melalui subsidi dan kontribusi program lain BPJS Ketenagakerjaan. Sejak dimulai pada 2022, JKP telah menyalurkan manfaat sebesar Rp 675 miliar kepada sekitar 100.000 penerima dari total 13,5 juta peserta, dengan dana berasal dari pemerintah, JKK, dan JKM.

Hasil Studi Kelayakan

Studi kelayakan dari ILO Jakarta mengidentifikasi beberapa risiko utama:

  • COVID-19: Risiko tinggi; disarankan untuk menunda penerapan JKP baru hingga awal 2022.
  • Populasi dan Geografi: Risiko sedang; disarankan uji coba di lokasi tertentu.
  • Desentralisasi Pemerintah: Risiko tinggi; dianjurkan untuk melibatkan pemerintah daerah dalam Komite Pengarah JKP.
  • Dokumentasi PHK: Risiko tinggi; disarankan untuk standar dokumen PHK bagi BPJS dan Kemenaker.
  • Persyaratan Administratif Baru: Risiko tinggi; disarankan wawancara berkala untuk penerima manfaat JKP.
  • Kompatibilitas Sistem TI: Risiko tinggi; perlu diskusi lanjutan antara sistem SISNAKER dan BPJS Ketenagakerjaan.

Dari konferensi ini, berikut beberapa point penting yang perlu digaribawahi.

Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) telah menjadi salah satu instrumen penting dalam memberikan perlindungan ekonomi jangka pendek bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan. Namun, agar program ini benar-benar efektif dan berkelanjutan, JKP tidak dapat berhenti hanya sebagai jaminan pendapatan sementara. Diperlukan pula upaya peningkatan keterampilan pekerja dan penciptaan lapangan kerja baru. Melalui langkah ini, JKP dapat berfungsi optimal dalam membantu pekerja tidak hanya bertahan, tetapi juga mendapatkan keterampilan yang relevan dengan tuntutan industri yang terus berkembang, memungkinkan mereka untuk kembali berkontribusi dalam dunia kerja.

Meski demikian, salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh JKP adalah keterbatasan kerangka hukumnya. Saat ini, dasar hukum program ini hanya setingkat Peraturan Pemerintah, yang membuatnya rentan dan kurang stabil. Untuk memastikan keberlanjutan JKP, program ini idealnya harus dilindungi di bawah payung hukum yang lebih kokoh, seperti Undang-Undang BPJS dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dengan penguatan ini, program JKP dapat lebih diandalkan sebagai jaring pengaman sosial yang tahan terhadap perubahan kebijakan jangka pendek.

Selain penguatan hukum, evaluasi program juga menjadi hal yang sangat penting. Memasuki tahun ketiga pelaksanaannya, JKP membutuhkan evaluasi berkala untuk menjaga transparansi dan akuntabilitasnya. Evaluasi yang dilakukan secara rutin ini dapat meningkatkan pemahaman pekerja mengenai manfaat yang diberikan oleh JKP dan memastikan agar program ini berjalan efektif. Mengingat peningkatan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia, evaluasi JKP juga membantu mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki agar manfaatnya dapat menjangkau lebih banyak pekerja yang terkena dampak.

Di tengah pentingnya program ini, dukungan kuat dari pemerintah menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Sayangnya, ketidakhadiran perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan dalam acara penting seperti Asia Expert Roundtable on Unemployment Protection 2024 menunjukkan adanya kelemahan dalam komitmen pemerintah terhadap JKP. Padahal, pemerintah memegang peranan besar dalam memperkuat program ini, baik dari sisi fondasi hukum maupun pendanaan. Partisipasi aktif pemerintah diperlukan agar JKP dapat menjadi jaminan sosial yang tangguh dan dapat diandalkan, bukan sekadar bantuan sementara.

Selain peran pemerintah, keberhasilan JKP juga sangat bergantung pada dukungan dan pengawasan dari serikat pekerja. Sebagai perwakilan resmi dari pekerja, serikat pekerja memiliki peran krusial dalam mengawal pelaksanaan JKP agar tepat sasaran. Mereka dapat memastikan bahwa para pekerja yang terdampak PHK menerima dukungan keuangan yang memadai dan kesempatan pelatihan ulang untuk mempersiapkan diri kembali ke dunia kerja. Peran serikat pekerja ini penting dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan JKP, memastikan bahwa program ini berjalan sesuai dengan tujuan utamanya yaitu melindungi kesejahteraan pekerja.

Selain itu, dialog sosial yang berkesinambungan antara Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan, pengusaha, dan serikat pekerja juga menjadi kunci keberhasilan JKP. Dialog yang terjalin secara berkala ini memungkinkan semua pihak untuk terus berkoordinasi, memastikan bahwa JKP dapat menjadi solusi perlindungan sosial yang berkelanjutan, bukan hanya bantuan jangka pendek. Dengan dialog yang efektif, tantangan-tantangan dalam pelaksanaan JKP dapat segera diidentifikasi dan diselesaikan, memastikan bahwa perlindungan terhadap pekerja berjalan maksimal di tengah tantangan ekonomi yang dinamis.

Secara keseluruhan, JKP merupakan langkah penting dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan. Namun, keberhasilannya tidak hanya bergantung pada peraturan yang ada, melainkan juga pada komitmen kuat dari pemerintah, pengawasan dari serikat pekerja, dan dialog sosial yang efektif. Jika semua elemen ini terpenuhi, JKP dapat menjadi lebih dari sekadar bantuan sementara, tetapi sebagai solusi jangka panjang yang menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan pekerja di Indonesia.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *