KSPI Minta Pembayaran THR Direvisi H-14
Menjelang libur lebaran, sebuah usulan penting muncul dari Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Bung Said Iqbal: “Pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) seharusnya dilakukan 14 hari sebelum hari raya, bukan hanya 7 hari seperti aturan yang ada.”
Mengapa? Karena kisah yang berulang setiap tahun menunjukkan bahwa ketika pembayaran dilakukan 7 hari menjelang Lebaran, banyak perusahaan telah memasuki masa libur. Mereka mengulur waktu, dan para pekerja pun terjebak dalam situasi tanpa pilihan, tanpa ruang untuk menuntut hak mereka jika THR tidak dibayarkan.
Jika batas waktu pembayaran diperpanjang menjadi 14 hari sebelum Lebaran, para pekerja akan memiliki waktu yang cukup untuk menggugat atau melaporkan perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya.
Di balik cerita klasik ini, terdapat harapan yang mendalam dari para pekerja yang ingin merayakan hari raya dengan hati yang tenang, tanpa beban pikiran tentang THR yang belum diterima. Tetapi ironisnya, setiap tahun, persoalan yang sama muncul kembali: pekerja yang di-PHK dan mereka yang harus menjalani hari raya tanpa THR. Ini adalah siklus yang seolah tak pernah berakhir, siklus yang menuntut perhatian dan tindakan nyata dari semua pihak.
Dalam situasi ini, pembentukan ‘Posko Pengaduan’ menjadi tempat berlindung bagi para pekerja yang dihadapkan pada kenyataan pahit ini. Posko ini, satu bertujuan untuk menerima aduan PHK jelang Lebaran, dan satu lagi khusus mengurusi aduan terkait THR yang tidak dibayar, dicicil, atau bahkan ditunggak oleh perusahaan.
Inilah saatnya untuk memetik keadilan, untuk memastikan bahwa setiap pekerja mendapatkan haknya tepat waktu.
Hal lain yang diusulkan adalah pembentukan Posko Gabungan (Tripartit) di tingkat kabupaten/kota hingga di tingkat nasional. Ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa pengusaha dan serikat pekerja memiliki kewajiban yang sama, bersama pemerintah memeriksa apakah perusahaan sudah membayar THR. Langkah ini diharapkan dapat mencegah perusahaan-perusahaan nakal yang tidak membayar THR, menunggak THR, atau mencicil THR.
Tidak cukup hanya itu, juga harus mewaspadai cara-cara licik yang bisa saja digunakan oleh perusahaan untuk menghindari pembayaran THR. Mulai dari PHK karyawan kontrak dan outsourcing H-30, sehingga tidak ada kewajiban bagi pengusaha untuk memberikan THR, hingga pemanggilan kembali pekerja pasca Libur Lebaran sebagai cara menghindari kewajiban membayar THR.
Kisah ini, layaknya puisi lama yang terus dibacakan setiap tahun, menyimpan harapan bahwa suatu hari nanti, akan ada akhir yang bahagia untuk para pekerja. Bahwa suatu saat, THR tidak lagi menjadi beban bagi perusahaan, melainkan anugerah yang dinantikan menjelang hari raya. Dan mungkin, dengan perjuangan kita, kita sedikit lebih dekat dengan harapan tersebut.