KSPI Selenggarakan Diseminasi dan Sosialisasi Perubahan Iklim dan Transisi Berkeadilan
Pada hari Selasa dan Rabu, tanggal 19 dan 20 Maret 2024, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyelenggarakan sosialisasi atau diseminasi terkait kajian perubahan iklim dan transisi yang berkeadilan. Melalui program kerjasama dengan APEDHA dan SASK ini, KSPI hendak memastikan bahwa transisi energi dapat dilakukan secara hati-hati agar tidak berdampak buruk kepada pekerja dan perekonomian Indonesia, dengan memperhatikan prinsip “No one left behind.”
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terluas di dunia, memiliki peran penting dalam upaya konservasi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Penghijauan hutan dapat membantu menyerap lebih banyak CO2, mendukung keanekaragaman hayati, dan memperkuat ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, dalam konteks transisi energi yang adil, perlu adanya integrasi antara kebijakan mitigasi perubahan iklim dengan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, termasuk dalam hal pengelolaan hutan.
Dalam pertemuan G-20 di Bali pada November 2022, Indonesia menyampaikan isu tersebut dan berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat pada tahun 2050 apabila mendapat bantuan internasional. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo, dalam pidato pembukaan agenda World Climate Action Summit (WCAS) di Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 (COP28) di Dubai pada November 2023, menyampaikan kebutuhan pendanaan transisi energi guna menyerap seluruh karbon yang dihasilkan aktivitas manusia ke atmosfer pada 37 tahun mendatang, “Indonesia butuh investasi lebih dari 1 triliun dollar AS untuk net zero emission di 2060,” kata Presiden.
Pada tahun 2015, seluruh pimpinan negara berkumpul dalam sebuah konferensi bergengsi, bernama Konferensi COP 21 Paris. Dalam konferensi yang diselenggarakan di bawah naungan Dewan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), perhatian utama tertuju pada kondisi iklim dunia yang dikhawatirkan akan semakin memburuk.
Dikutip dari situs resmi United Nations, melalui Konferensi COP 21 Paris, seluruh pimpinan negara berdiskusi dan bernegosiasi, guna membentuk kesepakatan untuk menjalankan misi pengurangan emisi gas, demi memerangi perubahan iklim. Hasil akhirnya, hampir 195 negara sepakat dengan rancangan perjanjian internasional yang dinamakan Paris Agreement. Perjanjian internasional ini mulai ditandatangani berbagai negara, sejak April 2016 hingga April 2017.
Beberapa isi Paris Agreement di antaranya adalah, berupaya membatasi kenaikan suhu global sampai di angka minimum 1,5º Celcius, dan di bawah 2º Celcius untuk tingkat praindustri, mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan aktivitas serupa, guna meminimalkan emisi gas serta mencapai target emisi net zero atau nol bersih, seluruh negara wajib memiliki dan menetapkan target pengurangan emisinya yang akan ditinjau tiap lima tahun sekali, agar meningkatkan ambisi pengentasan perubahan iklim, hingga negara maju membantu negara miskin dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta beradaptasi dengan perubahan iklim.
Indonesia sendiri meratifikasi Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016. Indonesia juga telah menyampaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan dokumen updated NDC ke Sekretariat UNFCCC yang menunjukkan betapa nyata komitmen Indonesia. Indonesia menyatakan komitmennya untuk mendukung Persetujuan Paris, melalui Nationally Determined Contribution (NOC) pertamanya yang menyatakan bahwa Indonesia akan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan upaya sendiri sebesar 29%, dan dengan bantuan internasional, Indonesia dapat menambah penurunan emisi GRK sebesar 12% lagi menjadi total 41%.
Indonesia juga menyatakan keinginannya untuk mendukung upaya bersama dalam mencegah kenaikan suhu rata-rata global agar tidak melebihi 2°C, bahkan diupayakan untuk tidak melebihi 1,5°C. Sektor energi di dalam NDC Indonesia yang pertama, ditargetkan dapat menurunkan sekitar 314-446 juta ton CO2-ek pada tahun 2030, melalui upaya-upaya pengembangan energi terbarukan, pelaksanaan efisiensi energi, konversi energi, dan penerapan teknologi energi bersih. Untuk melaksanakan hal ini, Indonesia mulai memperhitungkan untuk melakukan early retirement dari beberapa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Indonesia, yang berasal dari batu bara. Sebesar 8.770 MW PLTU telah dibatalkan, dengan estimasi penurunan emisi GRK setara dengan 64,5 juta ton CO2/tahun.

Adapun tujuan kegiatan sosialisasi/diseminasi KSPI terkait Isu Perubahan Iklim dan Transisi yang Adil adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan Pemahaman: Meningkatkan pemahaman anggota KSPI tentang isu perubahan iklim dan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
- Membahas Dampak Transisi Energi: Membahas dampak dari transisi energi, khususnya pengurangan penggunaan batubara, terhadap pekerja di sektor energi dan rantai pasok, serta dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas.
- Menyampaikan Kajian KSPI: Menyampaikan hasil kajian yang telah dilakukan oleh KSPI terkait transisi energi dan pengaruhnya terhadap pekerja dan perekonomian Indonesia.
- Membangun Kesadaran dan Dukungan: Membangun kesadaran dan dukungan dari anggota KSPI terhadap upaya bersama dalam mencegah kenaikan suhu global dan mendukung transisi energi yang adil.
- Merumuskan Strategi dan Langkah Aksi Berbasis Gender: Merumuskan strategi dan langkah aksi yang dapat diambil oleh serikat pekerja dan masyarakat untuk mendukung transisi energi yang adil dan berkelanjutan, serta memastikan tidak ada pekerja atau masyarakat yang dirugikan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan penekanan khusus pada pemberdayaan perempuan dan partisipasi mereka dalam proses transisi.