Meningkatkan Konektivitas dan Ketahanan untuk Pekerja Migran di ASEAN
Kegiatan dengan tema “Empowering Trade Unions in ASEAN: Enhancing Connectivity and Resilience for Migrant Workers” diselenggarakan di Vientiane, Lao People’s Democratic Republic, pada 20-23 Agustus 2024. Acara ini dihadiri oleh serikat pekerja dari delapan negara ASEAN yang berafiliasi dengan ASEAN Trade Union Council (ATUC). Kegiatan ini diselenggarakan oleh ATUC dengan dukungan dari ILO-Bangkok, ITUC-Asia Pacific, Oxfam, Apheda, dan Lao Federation of Trade Unions (LFTU). Diwakili Roni Febrianto, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hadir dalam forum ini.
Roni Febrianto menjelaskan, dalam diskusi terkait Konvensi ILO nomor 189 dan kendala di lapangan yang terjadi pada pelaksanaan di beberapa negara anggota ASEAN. ILO dan ATUC memperkenalkan tiga tool untuk menyelesaikan kendala yang ada dari sudut pandang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, Pembuat Kebijakan (Parlemen,Pemerintah) dan Pengusaha. Ketiga tool dipakai untuk membuat strategi untuk mengorganisir pekerja migran termasuk didalamnya pekerja domestik sehingga dapat memberikan perlindungan atas hak-hak para pekerja.
Dilakukan diskusi kecil dengan melakukan pementaan atas kendala serta tantangan serta langka yang akan dilakukan oleh perwakilan dari setiap negara dengan menggunakan tiga tool yang ada. Selanjutnya perlu dibuatkan jaringan lintas negara untuk saling mendukung dan membantu bila terjadi permasalahan atas pekerja migran khususnya dari negara asal/ pengirim dan negara tujuan/ penerima.
Diskusi lanjutan terkait portabilitas atas manfaat Jaminan Sosial yang wajib didapat oleh pekerja migran termasuk pekerja domestik karena sangat rawan eksploitasi dan kehilangan hak-hak dasarnya sebagai pekerja. Dari data ILO tahun 2018, dimana 87 % dari pekerja migran adalah unskilled atau low skilled dimana biasanya bekerja pada pekerjaan 3 D (Dirty, Dangerous, Diffucult) yang penuh dengan bahaya, beresiko dari segi kesehatan, keselamatan sampai resiko kematian.
Mereka umumnya belum terorganisir dalam Serikat Pekerja/ Serikat Buruh karena tingkat pendidikan dan kesadaran berserikatnya masih relative rendah. Dari data ILO tahun 2016 di negara tujuan Malaysia, Singapura dan Thailand jumlah pekerja migran dari Indonesia ada 1,2 juta, Kamboja 2,1 juta dan Myanmar 1,1 juta. Sedangkan menurut data Bank Indonesia tahun 2021 (BI) adalah 1,8 juta. Sedangkankan berdasarkan Data Indonesia.id tahun 2024, jumlahnya pekerja migran Indonesian di ASEAN adalah 5,8 Juta .
Dengan makin banyaknya jumlah pekerja migran maka perlindungan sosial bagi pekerja migran perlu dikampanyekan untuk memberikan pemahaman atas akses atas jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan saat sakit dan jaminan saat tidak bekerja. Untuk mendapatkan akses dan manfaat dari Jaminan Sosial ada beberapa tantangan dan kendala bagi pekerja migran terkait; kendala hukum, status pekerja migran, kendala administrasi dan kepatuhan dari majikan yang mempekerjakannya. Selain itu beberapa tantangan adalah: terbatasnya kerjasama bilateral dan multilateral antara negara asal dan penerima pekerja migran, kurangnya informasi atau informasi yang salah/tidak tepat, dokumen klaim jaminan sosial yang tidak lengkap. Kesepakatan para pemimpin ASEAN pada tahun 2022 terkait pekerja migran sudah ada pada; https://asean.org/asean-declaration-on-portability-of-social-security-benefits-for-migrant-workers-in-asean/
Ditegaskan bahwa; MENGINGAT tujuan utama ASEAN yaitu memberikan masyarakat ASEAN akses yang adil terhadap peluang pembangunan manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan guna meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan mereka, khususnya penghormatan terhadap, promosi dan perlindungan, hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, sebagaimana tercantum dalam Piagam ASEAN;
PERHATIKAN LEBIH LANJUT bahwa semua pekerja, termasuk pekerja migran, mempunyai hak atas jaminan sosial sebagaimana disoroti dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, Kerangka Kerja Multilateral ILO tentang Migrasi Tenaga Kerja , dan Agenda 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs);
MENGINGAT prinsip-prinsip panduan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak-Hak Pekerja Migran dan Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak-Hak Pekerja Migran (selanjutnya disebut “Konsensus ASEAN”), yang mengakui prinsip-prinsip bersama dan tanggung jawab yang seimbang antara Negara Penerima dan Pengirim ASEAN untuk memajukan potensi, martabat, hak-hak dasar, dan perlakuan adil secara penuh terhadap pekerja migran dan anggota keluarganya;
MENEGASKAN KEMBALI komitmen dalam Konsensus ASEAN bahwa Negara Penerima akan, sesuai dengan undang-undang, peraturan dan kebijakan nasional, memberikan pekerja migran akses terhadap layanan medis dan kesehatan yang memadai; remunerasi dan tunjangan lainnya yang adil dan pantas; perlakuan adil antara lain dalam hal kondisi kerja, remunerasi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja; dan akomodasi yang memadai atau wajar;
Beberapa strategi yang bisa dilakukan menindak lanjuti deklarasi terkait portabilitas manfaat jaminan sosial bagi pekerja migran pada tahun 2022 adalah:
- Menjalankan panduan dari manfaat jaminan sosial yang berlaku secara portabilitas di negara Asean untuk para pekerja migran;
- Membuat perjanjian bilateral dan multilateral ( misal di Philipina dan Thailand);
- Kerjasama teknis ditingkat kementrian/lembaga pelaksana jaminan sosial;
- Penguatan kapasitas pada kementrian tenaga kerja;
- Mempromosikan kerjasama antar anggota Asean terkait manfaat portabilitas Jaminan Sosial;
- Pengunaan teknologi yang lebih baik dalam pelaksaannya.
Tambahan info terkait bahaya dari asbestor bagi para pekerja dan masyarakat yang bisa terdampak penyakit kanker bila terpapar dalam waktu yang lama. Berdasarkan hasil pertemuan Bank Dunia pada SAICM meeting di Jerman korban akibat pengunaan asbestor didunia kan terus meningkat, diperkiranakan akan mencapai 500 ribu meninggal pada tahun 2050 khususnya dinegara-negara berkembang yang masih banyak menggunakan asbestos karena pada tahun 2021 menurut laporan ILO sudah tercatat 209 ribu meninggal khususnya karena dampak dari penyakit kanker. Pengunaan asbestor banyak dipakai pada sektor kontruksi, pembongkaran bangunan, insulasi (penutup kabel listrik), bantalan rem otomotif.
Paparan asbestos dapat menyebabkan penyakit kanker paru-paru, mesothelioma, dan asbestosis. Berikut beberapa fakta terkait penyakit karena asbestos ini:
- Sebagian besar kasus asbestosis atau kanker paru-paru pada pekerja terjadi 15 tahun atau lebih setelah orang tersebut pertama kali terpapar asbestos. Sebagian besar kasus mesothelioma didiagnosis 30 tahun atau lebih setelah paparan pertama asbestos.
- Penyakit yang berhubungan dengan asbestos telah didiagnosis pada pekerja asbestos, anggota keluarga, dan warga yang tinggal di dekat tambang asbestos atau pabrik pengolahannya.
Mesothelioma merupakan jenis kanker langka yang dapat tumbuh dan berkembang di paru-paru, perut, jantung dan jaringan sekitarnya. Bila intervensi yang tepat tidak dilakukan, rata-rata pasien mesothelioma hanya mampu bertahan hidup 12–21 bulan. Asbestosis merupakan penyakit kronis paru-paru karena paparan asbestos dalam jangka waktu lama yang berdampak pada pembatasan penggunaan paru-paru karena tertahan oleh serat asbestos.
Workshop ditutup dengan pembahasan draft atas Rencana kerjasama dan tindak lanjut untuk memberikan perlindungan dan dukungan bagi para pekerja migran di kawasan Asean ( Joint Plan of Action to enhance the protection and support for migran workers in ASEAN) dimana sebelumnya sudah dibahas ditingkat pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh di beberapa negara ASEAN pada bulan Juni 2023, tetapi dimungkinkan untuk dilakukan perbaikan agar bisa dijalankan sesuai dengan kondisi dimasing-masing negara anggota ATUC.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari pelaksanaan Workshop selama 4 hari penuh yang diawali dengan Pra Workshop terkait pekerja migran ada beberapa hal yang bisa didapatkan:
Pertama, pekerja Migran termasuk didalamnya pekerja domestik sangat membutuhkan perlindungan dari negara khususnya negara pengirim karena banyak bekerja di lokasi 3 D (Dirty, Dangerous, Difficult) dengan waktu kerja yang tanpa batasan yang jelas yang punya resiko terhadap kesehatan, keselamatan sampai kematian. Karenanya dibutuhkan kerjasama Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dalam mengorganisir dan melakukan advokasi bersama (legal aid) dengan membangun jaringan lintas negara Asean khususnya melalui ATUC.
Kedua, dengan sudah adanya kesepakatan para pimpinan Asean terkait pekerja Migran maka dibutuhkan kerjasama bilateral atau multilateral antar konfedrasi lintas negara agar manfaat portabilitas Jaminan Sosial bisa didapatkan manfaatnya oleh para pekerja migran termasuk pekerja domestik
Ketiga, terkait draft kerjasama yang sudah dibuat oleh pimpinan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh bersama ATUC maka perlu ditindak lanjuti dengan perbaikan segera dan dilakukan sosialisasi ulang agar isi kerjasama bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan pada para pekerja migran termasuk pekerja domestic.