Tantangan Jaminan Sosial dan Kebijakan Pengupahan di Era UU Cipta Kerja
Pada 7 Oktober 2024, bertepatan dengan Decent Work Day, KSPI mengadakan seminar dengan tema Dampak Buruk UU Cipta Kerja terhadap Jaminan Sosial dan Pengupahan. Seminar ini menjadi ajang diskusi serius mengenai dampak langsung UU Cipta Kerja pada jaminan sosial dan kebijakan pengupahan, yang secara signifikan memengaruhi kehidupan pekerja Indonesia.
Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen seperti Jamkes Watch, Jamnaker Watch, Tim Pengupahan KSPI, dan perwakilan federasi afiliasi KSPI. Para peserta berdiskusi intens mengenai dampak nyata UU Cipta Kerja yang telah melemahkan perlindungan sosial pekerja, dari berkurangnya hak pesangon hingga semakin mudahnya PHK. Selain itu, formula baru kenaikan upah minimum yang diatur dalam undang-undang ini dinilai mempersulit kehidupan pekerja.
UU Cipta Kerja telah menimbulkan polemik dalam berbagai sektor ketenagakerjaan, terutama dalam hal perlindungan sosial. Sejak UU ini disahkan, pekerja menghadapi tantangan yang semakin besar, terutama dalam hal jaminan pensiun. Pengurangan hak pesangon dan kemudahan PHK menjadi isu utama yang disoroti dalam seminar ini. Menurut KSPI, lemahnya regulasi terkait hak-hak pekerja ini berpotensi menurunkan kesejahteraan para pekerja, khususnya di sektor formal yang bergantung pada skema jaminan sosial.
Di Indonesia, jaminan pensiun menjadi isu kritis. Berdasarkan data terbaru, terdapat banyak kasus di mana pengelolaan dana pensiun tidak terintegrasi dengan baik, seperti yang terjadi pada beberapa dana pensiun BUMN yang mengalami masalah signifikan. Di tengah tantangan ini, KSPI menekankan pentingnya pemantauan dan peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana pensiun untuk menjamin keamanan aset pekerja di masa depan. KSPI juga menyerukan agar pemerintah lebih proaktif dalam melindungi hak pensiun pekerja, dengan mempertimbangkan pentingnya kontribusi yang seimbang antara pekerja dan pemberi kerja, minimal 8 persen dari upah.
Kebijakan pengupahan dalam UU Cipta Kerja menambah beban pekerja dengan formula baru yang membuat kenaikan upah minimum tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak. KSPI melihat bahwa formula ini hanya menguntungkan segelintir pihak dan mengorbankan hak-hak pekerja. Dengan adanya formula kenaikan upah minimum yang baru, pekerja semakin sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat stagnasi kenaikan upah yang tidak signifikan.
KSPI menegaskan bahwa target kenaikan upah minimum sebesar 8-10 persen pada tahun 2025 adalah langkah yang sangat dibutuhkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Langkah ini tidak hanya memberikan dampak positif bagi pekerja, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dalam konteks ini, KSPI juga menyoroti pentingnya pendekatan tripartit, yang melibatkan pemerintah, pekerja, dan pengusaha, dalam menetapkan kebijakan pengupahan yang adil.
Dalam seminar ini, KSPI menyampaikan bahwa isu jaminan pensiun juga menjadi bagian dari diskusi, terutama terkait dengan rencana penerapan program pensiun tambahan. Banyak pekerja menolak program ini karena dianggap hanya akan menambah beban mereka dengan potongan upah yang lebih besar. KSPI menekankan bahwa seharusnya fokus pemerintah adalah memperbaiki sistem yang ada, seperti meningkatkan efektivitas BPJS Ketenagakerjaan, daripada memperkenalkan kebijakan yang kontroversial dan belum tentu membawa manfaat bagi pekerja.
Pada tingkat global, organisasi buruh internasional seperti ILO telah menetapkan standar manfaat jaminan pensiun minimum sebesar 40 persen dari upah. Namun, KSPI memperjuangkan agar manfaat ini bisa mencapai 75 persen, sesuai dengan kebutuhan hidup layak pekerja Indonesia. Dalam konteks ini, seminar juga menjadi panggung bagi KSPI untuk menekankan bahwa pemerintah perlu memperhatikan aspirasi pekerja dalam kebijakan jaminan sosial agar dapat memenuhi prinsip keadilan sosial.
Decent Work Day menjadi momentum penting bagi pekerja di seluruh dunia untuk memperjuangkan hak-hak yang layak. Di Indonesia, KSPI memanfaatkan hari ini untuk menyerukan persatuan pekerja dalam menghadapi kebijakan yang semakin membebani, seperti UU Cipta Kerja. Dalam seminar ini, peserta diajak untuk terus memperjuangkan hak-hak yang seharusnya mereka miliki dan melawan kebijakan yang berpotensi memperburuk kondisi kehidupan mereka.
KSPI berharap bahwa melalui peringatan Decent Work Day, pekerja dapat menyadari pentingnya solidaritas dan bersatu dalam menyuarakan tuntutan. Terutama, di tengah situasi ketenagakerjaan yang semakin sulit, hari ini diharapkan menjadi pengingat akan perlunya kekompakan dan perjuangan bersama untuk mewujudkan kondisi kerja yang lebih adil dan manusiawi.
Seminar yang digelar KSPI ini menegaskan pentingnya perjuangan terus-menerus untuk keadilan sosial dan ekonomi bagi pekerja. UU Cipta Kerja telah membuka jalan bagi kebijakan yang mengancam kesejahteraan pekerja di Indonesia, mulai dari lemahnya perlindungan sosial hingga kebijakan pengupahan yang tak lagi memadai. Namun, KSPI yakin bahwa melalui persatuan dan solidaritas pekerja, perubahan bisa tercapai.
Dalam konteks ini, KSPI mendesak pemerintah untuk segera meninjau ulang kebijakan yang merugikan pekerja dan memastikan bahwa hak-hak pekerja terjaga dalam jangka panjang. Perjuangan untuk upah yang layak, jaminan sosial yang kuat, dan kondisi kerja yang manusiawi menjadi fokus utama yang harus diperjuangkan bersama demi kesejahteraan seluruh pekerja Indonesia.