Suara KSPI

Pekerjaan Layak, Perdamaian, dan Demokrasi di Indonesia Terancam oleh UU Cipta Kerja

Pada peringatan Hari Pekerjaan Layak Sedunia pada 7 Oktober, serikat pekerja di seluruh dunia, yang tergabung dalam ITUC (International Trade Union Confederation), mengangkat tema “Perdamaian dan Demokrasi.” Tema ini menjadi seruan mendesak atas meningkatnya otoritarianisme dan konflik militer yang menghancurkan kehidupan pekerja di berbagai belahan dunia. ITUC menegaskan bahwa perdamaian tidak akan ada tanpa keadilan sosial, dan keadilan sosial tidak akan tercapai tanpa perdamaian yang berkelanjutan. Pekerja berada di garis depan dari krisis ini, menghadapi ketidakadilan, penindasan, dan kekerasan setiap hari.

Konflik global seperti kediktatoran militer di Myanmar, invasi Rusia ke Ukraina, serta konflik berkepanjangan di Palestina dan Israel menunjukkan dampak langsung terhadap kehidupan pekerja. Seruan ITUC adalah untuk memprioritaskan perdamaian melalui diplomasi dan mengurangi belanja militer, yang hanya memperparah ketidakadilan sosial. Sekretaris Jenderal ITUC, Luc Triangle, mengungkapkan bahwa dana yang digunakan untuk perang seharusnya diinvestasikan dalam pekerjaan layak, pendidikan, kesehatan, dan transisi menuju ekonomi hijau. Hal ini merupakan bagian dari visi untuk mewujudkan Kontrak Sosial Baru yang mengutamakan investasi dalam perdamaian dan kesejahteraan bersama.

Di Indonesia, ancaman terhadap keadilan sosial dan demokrasi semakin terlihat melalui penerapan UU Cipta Kerja (Omnibus Law). Kebijakan ini tidak hanya memperburuk ketidakstabilan di pasar tenaga kerja, tetapi juga merampas hak-hak dasar pekerja, seperti upah yang layak, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang aman. Salah satu dampak terbesar dari UU ini adalah kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan pesangon yang rendah, sehingga pekerja menghadapi ketidakpastian ekonomi setelah kehilangan pekerjaan.

Selain PHK, kebijakan upah murah dalam UU Cipta Kerja semakin memperburuk eksploitasi terhadap pekerja. Upah minimum yang ditetapkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi membuat daya beli pekerja semakin menurun, sementara biaya hidup terus meningkat. Ketidakadilan ini memberikan keuntungan bagi pengusaha, namun meninggalkan pekerja dalam ketidakpastian tanpa jaminan kesejahteraan jangka panjang.

Tak hanya soal upah dan PHK, UU Cipta Kerja juga mengancam keberlangsungan jaminan sosial pekerja. Perusahaan kini lebih mudah mengurangi kewajiban terhadap program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, mengakibatkan pekerja harus menanggung potongan premi yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka. Kualitas layanan yang mereka terima seringkali tidak memadai, dan ini menambah beban bagi pekerja, terutama di tengah pandemi yang telah memperburuk akses terhadap layanan kesehatan.

Serikat pekerja di Indonesia, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menilai bahwa UU Cipta Kerja adalah bentuk penindasan sistemik yang mengancam kehidupan pekerja di Indonesia. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip pekerjaan layak dan keadilan sosial. KSPI bersama berbagai serikat pekerja telah lama berjuang untuk menuntut pencabutan UU ini, karena lebih mengutamakan kepentingan modal daripada kesejahteraan rakyat.

Pada peringatan Hari Pekerjaan Layak Sedunia ini, KSPI menyerukan agar pemerintah segera mencabut UU Cipta Kerja dan menggantinya dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat. Kebijakan tersebut harus mendukung pekerjaan layak, memastikan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan dan jaminan pensiun yang layak, serta memperkuat sistem jaminan sosial yang inklusif dan adil.

Selain itu, KSPI menekankan bahwa partisipasi yang bermakna dan inklusif sangat penting untuk menjaga keberlanjutan demokrasi, keadilan sosial, dan perdamaian di Indonesia. Tanpa investasi dalam pekerjaan layak dan jaminan sosial yang kuat, perdamaian dan stabilitas sosial yang berkelanjutan akan sulit dicapai. Dengan keterlibatan pekerja dalam dialog sosial yang konstruktif, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua.

Dalam konteks yang lebih luas, Indonesia harus mulai memprioritaskan kesejahteraan sosial di atas kepentingan militer dan modal. Alokasi anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial harus diperkuat, sementara program transisi menuju ekonomi hijau harus dilakukan dengan memperhatikan kesejahteraan pekerja. Tanpa langkah-langkah ini, tantangan sosial dan ekonomi akan semakin memperburuk kondisi pekerja, dan upaya menciptakan perdamaian serta stabilitas jangka panjang akan terancam.

Pada akhirnya, KSPI menyerukan solidaritas global dalam mewujudkan pekerjaan layak, perdamaian, dan demokrasi yang berkeadilan. Tanpa keadilan sosial yang kuat, pekerja akan terus menghadapi ancaman yang datang dari kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *